Wali Allah Menurut Hakim At-Tirmidzi
Hakim at-Tirmidzi lahir di Tirmidz, Uzbekistan, Asia Tengah pada tahun 205 H/820 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abd Allah Muhammad bin Ali bin Hasan al-Hakim at-Tirmidzi. Ia berasal dari keluarga ilmuwan ahli fiqih dan hadits. Memasuki puncak ketasawufan setelah mengalami goncangan batin sebagaimana yang di kemudian hari dialami al-Ghazali. Ia mendefinisikan Wali Allah adalah seorang yang demikian kokoh di dalam peringkat kedekatannya kepada Allah (fi martabtih), memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti bersikap shidq (jujur dan benar) dalam perilakunya, sabar dalam ketaatan kepada Allah, menunaikan segala kewajiban, menjaga hukum dan perundang-undangan (al-hudud) Allah, mempertahankan posisi kedekatannya kepada Allah. Silahkan baca selengkapnya......
Kualitas Wali Itu Bertingkat-tingkat
Bila mengacu pada al-Qur’an (Yunus, ayat 62-64), kriteria kewalian itu adalahiman dan taqwa. Dengan sudah terpenuhinya dua kriteria tersebut, berartiseseorang berhak menyandang predikat wali. Apakah sesederhana itu? Allah Menurut Dr. Asep Usman Ismail, kriteria kewalian dengan kadar keimanandan ketaqwaan yang baru standar, barulah memenuhi konsep kewaliansecara umum. Untuk tidak mengaburkan istilah wali yang demikian kudus, tentunya kita tidak bisaberpatokan pada pemahaman harpiyah dari ayat di atas. Kalau berbicara tentang kadar keimanansaja, sebagaimana dipaparkan dosen UIN Jakarta ini, standar kewalian itu haruslah mengenalmelalui penyaksian mata batinnya. Dan pada level ini pun masih bertingkat-tingkatkualitasnya. Silahkan baca selengkapnya......
Hakim at-Tirmidzi lahir di Tirmidz, Uzbekistan, Asia Tengah pada tahun 205 H/820 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abd Allah Muhammad bin Ali bin Hasan al-Hakim at-Tirmidzi. Ia berasal dari keluarga ilmuwan ahli fiqih dan hadits. Memasuki puncak ketasawufan setelah mengalami goncangan batin sebagaimana yang di kemudian hari dialami al-Ghazali. Ia mendefinisikan Wali Allah adalah seorang yang demikian kokoh di dalam peringkat kedekatannya kepada Allah (fi martabtih), memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti bersikap shidq (jujur dan benar) dalam perilakunya, sabar dalam ketaatan kepada Allah, menunaikan segala kewajiban, menjaga hukum dan perundang-undangan (al-hudud) Allah, mempertahankan posisi kedekatannya kepada Allah. Silahkan baca selengkapnya......
Kualitas Wali Itu Bertingkat-tingkat
Bila mengacu pada al-Qur’an (Yunus, ayat 62-64), kriteria kewalian itu adalahiman dan taqwa. Dengan sudah terpenuhinya dua kriteria tersebut, berartiseseorang berhak menyandang predikat wali. Apakah sesederhana itu? Allah Menurut Dr. Asep Usman Ismail, kriteria kewalian dengan kadar keimanandan ketaqwaan yang baru standar, barulah memenuhi konsep kewaliansecara umum. Untuk tidak mengaburkan istilah wali yang demikian kudus, tentunya kita tidak bisaberpatokan pada pemahaman harpiyah dari ayat di atas. Kalau berbicara tentang kadar keimanansaja, sebagaimana dipaparkan dosen UIN Jakarta ini, standar kewalian itu haruslah mengenalmelalui penyaksian mata batinnya. Dan pada level ini pun masih bertingkat-tingkatkualitasnya. Silahkan baca selengkapnya......

0 komentar:
Posting Komentar